disukai pria dicintai wanita

Berbicara masalah seks dengan bermartabat

Friday, August 25, 2006

MENGAPA PRIA TEROBSESI PADA PAYUDARA?

Pernahkah Anda penasaran dengan apa yang digunjingkan oleh para pria bila mereka sedang berkumpul? Mari kita coba cari tahu dan simak bagaimana mereka membahasnya dengan terus terang.


Payudara membuat perasaan pria menjadi tenang

Di dalam kehidupan yang penuh dengan kekerasan, payudara yang lembut menawarkan suatu ketenangan. Hal ini tentu saja berkaitan dengan masa kecil seseorang di mana seorang ibu akan melindungi anaknya dengan menyusui anaknya yang rewel atau yang merasa terancam atau tidak nyaman terhadap sesuatu hal.


Payudara merupakan lambang kesuburan

Ukuran berapapun, payudara memperlihatkan nilai kewanitaan serta kemampuan seorang wanita dalam merawat dan dalam mempertahankan kehidupan. Menurut penelitian, pria tertarik pada payudara, terutama payudara dengan bentuk yang indah, karena payudara memberikan indikasi jasmani yang kuat dan kemampuan untuk meneruskan keturunan. Walaupun reproduksi bukan lagi merupakan prioritas utama tetapi insting akan kesuburan tidak pernah hilang.

Payudara merupakan tempat rangsangan wanita

Setiap pecinta yang unggul tahu bahwa payudara hubungannya sangat dekat dengan daerah rangsangan wanita. Oleh karena itu, alasan lain mengapa pria menyukai payudara adalah karena mereka mengerti bahwa bila mereka dapat menguasai daerah ini dengan baik maka mereka dapat memberikan kepuasan kepada wanita.

Pria terangsang secara visual

Tidak seperti wanita yang dapat terangsang hanya dengan membaca novel percintaan romantis, pria memerlukan rangsangan visual. Bentuk payudara yang indah dan gumpal tidak pernah lepas dari pandangan dan perhatian para pria.

Pandangan masyarakat

Selain masalah biologis, masyarakat pun merupakan salah satu faktor penyebab mengapa pria terobsesi dengan payudara. Masyarakat itu sendiri yang menampilkan majalah dengan gambar-gambar yang seksi serta menawarkan film-film yang berani, demikian juga halnya dengan para wanita yang berpakaian seksi yang sengaja memperlihatkan bagian tubuh mereka. Daya tarik yang erotis ini seharusnya ditutup dari pandangan mata.
< dikutip dari Tabloid Nova>

Ada yang mau menambahkan?

Wednesday, August 16, 2006

Persiapan Menjelang Bulan Madu
(kado buat Kang Mul yg mo nikah 17-8-06)

Layaknya menggelar pesta pernikahan, berbulan madu pun membutuhkan persiapan yang cukup matang. Hal ini perlu dilakukan agar Anda berdua tidak dirusuhi oleh masalah-masalah teknis yang akan mengganggu suasana bulan madu Anda.

Bagi Anda yang baru menikah, jamak rasanya merencanakan pergi berbulan madu bersama pasangan. Pilihan tempat pun biasanya ’langsung’ ditujukan ke kota-kota atau daerah romantis di dunia yang belum pernah didatangi sebelumnya.

Memadukan perbedaan

Saling memahami dan mengerti adalah hal wajib dalam sebuah rumah tangga. Dan hal ini juga selayaknya berlaku pada saat penentuan lokasi bulan madu Anda berdua. Bila Anda tidak suka pantai dan pasangan Anda pun ternyata alergi terhadap udara dingin, ada baiknya jika Anda berdua memilih negara yang beriklim tropis atau bila Anda bersikeras ke suatu negara tertentu yang memiliki musim dingin, setidaknya lakukan bulan madu pada saat musim panas atau musim gugur.

Tidak hanya penentuan lokasi berbulan madu, transportasi pun harus dipikirkan. Tidak semua orang senang melakukan perjalanan jauh yang memakan waktu lama. Kalau sudah demikian, paket wisata berlayar dan kereta api sebaiknya dihindari. Bagaimana pun juga bulan madu kan untuk kebahagiaan berdua.

Persiapan akhir

Kalau tempat dan transportasi sudah beres, menjelang keberangkatan ada baiknya jika Anda melakukan konfirmasi ulang ke biro perjalanan yang mengurus keberangkatan Anda berdua. Kalau hal tersebut juga sudah beres, tinggal menyiapkan barang-barang dan dokumen penting seperti tiket, paspor, visa, dan peta daerah setempat.

Sedikit saran, ada baiknya jika dalam liburan bulan madu ini Anda membawa beberapa helai lingerie untuk lebih menghangatkan suasana bulan madu. Yang terakhir, jangan lupa membawa obat-obatan atau suplemen yang biasa Anda konsumsi karena walaupun berbulan madu, Anda toh harus tetap fit. Selamat berbulan madu.
(dikutip dari tulisan: AYA/KOMPAS)

Sunday, August 13, 2006

KENALI TIPE DAN SIFAT PASANGAN ANDA


Karena setiap individu itu unik, masing-masing orang, lelaki maupun perempuan, tentunya memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Walau begitu, anda tentu bisa melihat kesamaan-kesamaan tertentu dari beberapa orang yang berbeda. Misalnya, ada lelaki yang cenderung pemarah, ada lagi beberapa lelaki yang cenderung pendiam dan seterusnya.

Salah satu "pengelompokan" para lelaki tersebut adalah dengan melihat faktor apa yang paling berperan bagi mereka bila memikirkan sesuatu. Adalah Tracy Cabot PhD., penulis buku How to Make a Man Falls In Love with- You, yang membagi lelaki ke dalam 3 kelompok, yaitu tipe visual, auditif, dan perasaan. Menurut Cabot, pola pikir dan komunikasi untuk masing-masing kelompok amat khas. Dan bila mampu memahaminya, anda bisa "memenangkan" hatinya.

Tipe Visual
Menurut Cabot, lelaki tipe ini memiliki ciri khas memandangi sesuatu bila sedang memberi deskripsi. Misalnya, jika ia sedang menjelaskan bagaimana rupa kamarnya, ia akan melempar pandangannya ke kiri bila sedang mendeskripsikan tentang apa saja yang terdapat di dinding kamar sebelah kirinya, misalnya. Selain itu, pertanyaan netral tentang suatu keadaan biasanya ia jawab dengan kesan yang ia tangkap dari indera visualnya. Misalnya, jika anda bertanya "si anu itu orangnya gimana sih?", ia akan menjawab dengan deskripsi fisik orang yang anda tanyakan. Lelaki tipe ini biasanya berpenampilan rapi dan menyukai keindahan.

Selain itu, mereka cenderung menyatakan sesuatu secara lugas dan langsung. Mereka juga cenderung sulit menangkap hal-hal yang tidak konkrit, dan amat menekankan detail. Dalam berkomunikasi, lelaki tipe visual menuntut lawan bicaranya menggunakan "bahasa" yang sama dengan yang digunakannya. Mereka juga cenderung lebih sulit "termakan" kata-kata rayuan, tapi langsung luluh jika anda mengubah penampilan sesuai dengan seleranya.

Jika anda ingin meluluhkan hati pasangan tipe visual ini, anda harus lebih memperhatikan aspek "pemandangan" dalam segala hal. Ajaklah si dia ke tempat-tempat eksotis yang akan bisa memanjakan indera penglihatannya. Selain itu, usahakan tampil semenarik mungkin dan tatalah rumah dengan rapi. Di ranjang, lelaki tipe ini akan terbakar gairahnya jika anda tampil seksi dengan pakaian dalam berenda yang indah.

Tipe Auditif
Lelaki tipe ini sangat dipengaruhi oleh indera pendengarannya dan dibandingkan dengan dua tipe lelaki lain cenderung lebih logis jalan berpikirnya. Ciri-ciri khas lelaki ini adalah deskripsinya akan sesuatu yang cenderung lebih menekankan pada sudut indera pendengaran. Misalnya, jika ia ditanya seperti apa keadaan rumahnya, ia akan mendeskripsikan dengan kata-kata yang memiliki karakteristik auditif, seperti tenang, tenteram atau berisik. Kesan yang pertama timbul tentang seseorang juga ia hubungkan dengan segi auditif ini. Misalnya, jawaban untuk pertanyaan "si anu itu orangnya bagaimana sih?", cenderung ia jawab dengan deskripsi seperti cerewet, pendiam, banyak omong dan sebagainya.

Berbeda dengan lelaki bertipe visual, tipe lelaki satu ini kurang tertarik dengan pemandangan indah atau sejenisnya. la lebih tertarik kepada suara-suara indah yang menggugah daripada keindahan visual. Makanya, lelaki tipe auditif cenderung menyukai musik dan juga mudah terganggu oleh bunyi-bunyian yang mengganggu. Karenanya, ketika berkomunikasi dengan lelaki tipe ini, anda harus menjaga nada suara dan intonasi.

Jangan gunakan kata-kata yang kasar, karena-walaupun semua lelaki cenderung terganggu oleh kata-kata kasar yang diucapkan perempuan, lelaki auditif amat sensitif dengan kata-kata semacam itu. Untuk merayu lelaki auditif, anda bisa menyetel musik kesukaannya atau gunakan kata-kata rayuan. Itu jauh lebih mempan daripada penampilan yang "luar biasa".

Tipe Perasaan
Lelaki tipe yang satu ini relatif lebih unik dibanding dua tipe lainnya. Pikiran mereka tidak terlalu dipengaruhi oleh rangsang auditif atau visual, tetapi lebih pada kesan apa yang ia rasakan terhadap kedua rangsang tersebut. Bagi kebanyakan perempuan, inilah tipe lelaki yang bisa dibilang penuh pengertian dan mau menyelami perasaan perempuan. Ciri khas dari lelaki tipe perasaan adalah deskripsinya tentang sesuatu yang menggambarkan perasaan yang ditimbulkannya, tanpa peduli itu rangsang auditif atau visual. Misalnya, mereka bisa sama-sama tergugah oleh puisi yang indah atau pemandangan matahari terbenam di pantai selama keduanya menimbulkan sensasi tertentu baginya.

Untuk menggambarkan seseorang kata-kata yang digunakannya mereka biasanya juga lebih banyak menggunakan deskripsi bersifat trait atau sifatnya secara garis besar, seperti menyenangkan, baik, sabar, dan sebagainya. Dengan lelaki tipe ini, anda bisa bicara dengan cara apa saja, lugas bisa, penuh dengan kata-kata yang berbunga-bunga juga oke.

Yang penting, tampilkan kesan kalau anda juga bisa memahami perasaannya. Sayangnya, lelaki tipe ini juga mudah meledak bila marah dan ekspresif dalam menyatakan apa yang ia rasakan. la tak akan malu-malu mencium atau memeluk anda di depan orang banyak jika ia benar-benar menyukai anda. Intinya, anda akan dengan mudah menebak bagaimana perasaannya kepada anda, karena ia juga tak segan-segan menunjukkan rasa tak sukanya. Untuk memikat pasangan dengan tipe ini, anda juga harus bersikap ekspresif. Belaian-belaian, sentuhan, ciuman, adalah rangsangan yang cocok untuk lelaki penuh perasaan ini.

Bagaimana mendeteksinya?
Anda bisa menebak lelaki tipe apa suami atau kekasih anda dari pekerjaan yang ditekuninya. Menuru Cabot, secara tak sadar lelaki sebenarnya memilih pekerjaan yang sesuai dengan indera yang pengaruhnya paling besar untuk dirinya.

Pekerjaan Visual
Tentu saja, pekerjaan yang ditekuni oleh para lelaki tipe ini pastinya berhubungan dengar indera penglihatan. Mereka umumnya cenderung
memilih profesi seperti fotografer, kolektor benda-benda seni, desain grafis, kameramen dan sebagainya, Selain itu mereka juga amat tertarik dengan hal-hal yang sifatnya teknik karena mereka amat menguasai hal-hal yang berhubungan dengan diagram.

Pekerjaan Auditif
Mereka amat menguasai kata-kata, bunyi-bunyian serta suara, sehingga
tak heran pekerjaan mereka pun banyak berhubungan dengan hal-hal tersebut. Pemusik adalah profesi khas lelaki tipe ini. Kalaupun tidak punya bakat dan keterampilan seni, mereka senang menjadi pengajar, penyiar radio atau aktor. Jika mereka adalah tipe pendengar aktif, pengacara adalah profesi yang paling tepat.

Pekerjaan Perasaan
Lelaki ini juga memiliki kesadaran fisik yang tinggi dan karenanya juga tertarik dengan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan fisik. Atlet adalah contoh profesi yang tepat menggambarkan kecenderungan mereka terhadap sesuatu. yang bersifat fisik. Jika bidangnya seni, maka pilihan profesinya adalah pemahat atau pematung, serta ahli pastry (menghias kue). Dokter atau ahli fisioterapis adalah profesi pilihan lainnya. Mereka juga biasanya merasa cocok dengan profesi konselor, psikolog atau penulis.

BIDADARI YANG PERAWAN

(cerpen)

Cuaca tampak begitu gerah dan panas. Mungkin hujan akan mengguyur kota sebentar lagi. Jakarta memang aneh. Di kota ini perilaku cuaca sepertinya tak bisa ditebak. Jika di daerah-daerah banyak padi yang mengering karena musim kemarau mulai tiba, Jakarta justru masih senang bermain-main dengan air. Di beberapa tempat masih suka terjadi banjir temporal yang membuat kemacetan Jakarta semakin semrawut. Seperti halnya di perkampungan tempatku tinggal yang tak jauh dari pinggiran bantaran sebuah sungai. Sebentar-sebentar hujan. Sebentar-bentar banjir. Jeleknya, sampah-sampah dari kali itu sering meluap dan berserakan di pinggiran jalan menuju rumahku.

Aku tahu Jakarta memang kejam. Ia akan tega menikam siapa saja yang datang cuma bermodalkan nekad tanpa persiapan yang matang. Sudah tak terhitung banyaknya yang menjadi korban keganasan kota metropolis ini. Tapi tujuanku datang ke Jakarta ini sebenarnya bukan untuk mengadu peruntungan seperti halnya tujuan para kaum urban dari masyarakat pedesaan.

Aku memang berasal dari desa, tapi aku tak perlu memaksakan diri ke kota bila hanya ingin mencari pekerjaan yang layak bagiku. Di desa, keluargaku adalah pengusaha kaya yang punya industri kerajinan mebel yang menjanjikan bagi masa depanku.

Tujuan utamaku datang ke Jakarta adalah untuk mencari calon istriku yang kabur dari desa menjelang akad pernikahan kami. Perempuan bernama Mayang itu mendadak lenyap tanpa jejak beberapa jam sebelum kami mengucap ikrar sebagai suami istri yang sah. Tentu saja seluruh undangan penduduk desa menjadi panik, terutama pihak keluarganya. Mereka tidak ada yang tahu kemana perginya sang calon mempelai wanita.

Aku sendiri sebenarnya sudah mendapatkan firasat buruk ini sebelumnya. Beberapa hari sebelum menikah, Mayang pernah menangis di depanku sambil mengaku dirinya sudah tidak perawan lagi. Di adat desaku, nilai keperawanan sangat suci dan disakralkan. Seorang perempuan yang diketahui sudah tidak perawan lagi, maka ia tidak berhak untuk menikah dengan seorang perjaka seperti aku. Ia hanya bisa menjadi istri seorang duda. Kalau ketentuan ini dilanggar, maka sesepuh desa akan mengeluarkan kutukan dan mengusir perempuan itu beserta keluarganya dari desa.

Mayang mengaku keperawanannya telah direnggut paksa Gento, jawara kampung yang sudah beristri tiga. Ia tak ingin membohongiku dan menerima kutukan desa. Karena itu, ia ingin membatalkan pernikahan kami dan mengadu nasib ke Jakarta –sebuah kota yang diyakini orang-orang kampungku sebagai surganya perempuan-perempuan yang sudah tidak perawan.

Tentu saja aku tidak bisa menerima hal ini. Aku terlanjur mencintai Mayang. Aku terus memaksanya untuk tidak membatalkan pernikahan kami. Aku siap menanggung semua resiko yang akan terjadi. Termasuk kutukan pernikahan kami.

Ketika ada kabar Gento mati dibunuh sesama preman, semangatku untuk pergi ke Jakarta menjemput Mayang semakin tak terbendung. Dengan kematian si Gento, aku berharap dapat membujuk Mayang untuk naik ke pelaminan. Toh, yang tahu peristiwa busuk itu hanya aku, Mayang, dan Gento. Orang-orang adat tidak akan ada yang mengutuk bila salah satu dari kami tidak membocorkannya. Apalagi nasib baik tampaknya berpihak pada kami dengan kematian Gento.

Tapi aku telah salah menilai Jakarta. Kota ini telah membelokkan hatiku sejak pertama kali aku menginjaknya. Tujuanku mulai goyah saat melihat ribuan bidadari bertebaran di jalan-jalan. Dibandingkan dengan Mayang yang dulu menjadi bunga desa di kampung, mereka tampak jauh lebih berkilau, seperti kupu-kupu yang menghiasi kota.

Hatiku terbelah. Perasaanku terhadap Mayang mulai meredup. Aku mulai terobsesi mendapatkan salah satu bidadari yang dimiliki Jakarta ini. Tapi aku tidak ingin pengalaman pahitku dengan Mayang terulang. Aku hanya ingin mendapatkan yang bidadari-bidadari yang masih "pure". Bidadari yang perawan!

Kata orang, Jakarta itu akan membunuh pendatang yang tidak memiliki keahlian apa-apa. Tapi beruntunglah aku punya bekal untuk bertahan hidup melawan kejamnya kota ini. Sedikit pengetahuanku tentang ramuan tradisional untuk keharmonisan rumah tangga ternyata sangat diminati masyarakat di kota ini. Didukung dengan bakat dagang warisan orang tuaku, konsumenkupun mengalir seperti air. Jadi aku tak perlu kuatir lagi kalau hanya sekedar bertahan hidup.

Suatu hari datang seorang lelaki di tempat aku menggelar dagangan. Lelaki yang kelihatan gagah dan perlente ternyata mengalami disfungsi kejantanan. Ia ingin menjajal ramuanku, tapi ia minta bukti. Ia menantang aku untuk memuaskan istrinya dulu. Aku menganggap ini permintaan gila. Tapi lelaki itu mengatakan apa yang dilakukannya itu sudah merupakan hal yang biasa terjadi di kota besar ini. Seorang suami sudah biasa menyewa lelaki lain untuk memuaskan hasrat istrinya yang liar.

Semenjak itu aku tak hanya berjualan obat kuat. Tapi juga melayani berbagai panggilan untuk menservis wanita-wanita yang bermasalah di ranjang. Tidak hanya itu, dengan menggunakan samaran profesi sebagai tukang pijat panggilan aku banyak menerima order birahi dari wanita-wanita kaya yang kesepian. Bahkan, ada beberapa ABG yang memakai jasaku untuk belajar bercinta. Semuanya berlangsung dengan mulus tanpa hambatan. Keinginanku untuk mencicipi keindahan bidadari-bidadari kota itu kini sudah jauh lebih dari cukup.

Tiba-tiba aku teringat Mayang.

Entah di sudut kota yang mana kini dia terdampar. Jakarta terlalu luas untuk diobok-obok. Barangkali dia kini sudah bahagia dengan rumah tangganya yang baru atau malah sibuk bermain-main dengan pria berhidung belang di kota yang ganas ini. Ah,.. forget it! Lebih baik aku fokus pada obsesi baruku. Mencari bidadari yang perawan sebagai pengganti Mayang.

Pernah suatu ketika aku bertemu seorang wanita yang begitu anggun. Imajinasiku pun menari-nari liar saat melihatnya duduk sendiri di sebuah angkutan kota. Mungkinkah ini bidadari yang kucari-cari itu?

Aku mencoba mencari celah untuk bisa mengenal dia. Responpun gayung bersambut. Kami berbincang-bincang sampai akrab. Hingga akhirnya aku nekad bertanya, “Apakah Anda percaya bahwa delapan puluh persen gadis cantik yang menginjak remaja di kota ini sudah tidak perawan?”

Ia menggeleng ragu-ragu untuk menjawab rumor itu.

“Berarti Anda masih perawan?” tanyaku penasaran.

“Apakah pertanyaan itu penting?” jawabnya dengan muka agak gugup.

“Tentu, penting bagi saya! Karena jika Anda memang masih perawan, saya mau mengajak Anda tidur dengan saya untuk membuktikannya.”

“Gila. Emang gue cewek apaan???” Tiba-tiba sebuah mendarat tepat di pipiku. Aku hanya menggerutu. Apakah pertanyaanku itu salah? Mengapa ia begitu sensitif ditanya soal keperawanannya? Apakah dia hanya perempuan munafik?

Di lain waktu, naluriku pernah benar-benar tak terkendali. Seorang gadis belasan tahun yang melintas di depan rumahku terlihat begitu menggiurkan dengan seragam putih abu-abunya. Tanpa berpikir panjang aku pun memburunya hingga jantungku berpeluh turun naik. Setelah berhasil menyergap gadis itu aku memaksanya untuk membuktikan keperawanannya di sebuah rumah kosong.

Tentu saja gadis keturunan yang berkulit langsat itu berontak. Berteriak sekencang-kencangnya. Dalam sekejab massapun mengepung. Beruntung aku segera diamankan aparat sebelum ribuan bogem mentah mendarat di tubuhku. Akupun dijebloskan di sel selama 3 minggu atas tujuan percobaan perkosaan.

Aku hanya menyesal karena tidak berhasil membuktikan keperawanan gadis bau kencur itu.

Tiga tahun berlalu. Penelusuranku untuk mencari bidadari yang perawan ini rasanya sia-sia. Semua perempuan yang mengaku perawan tidak ada yang mau membuktikan keperawanannya di hadapanku. Sementara semua bidadari yang pernah jatuh kepelukanku sudah terbuka segelnya.Aku merasa lelah dalam pencarian ini. Jika sudah demikian aku teringat kembali sosok Mayang.

Bagi orang lain keperawanan mungkin tidak lagi mejadi begitu sakral. Tetapi tidak bagiku. Kuprasahkan langkah-langkahku berjalan di antara dua pilihan. Tetap mengharap Mayang. Atau terus mencari bidadari yang perawan. Apakah ada di antara para pembaca salah satu bidadari yang perawan yang aku cari-cari?

oo000oo

Saturday, August 12, 2006

KUTUNGGU JANDAMU

(cerpen)

Malam itu aku merasakan bulan seolah terbelah menjadi dua. Aku tak menyangka jalinan asmara yang telah kurajut selama tiga tahun dengan gadis tetangga desa itu harus berakhir dengan pahit. Cinta tulus yang telah disemaikan selama ini ternyata pupus begitu saja oleh egoisme dari pihak keluarga sang gadis.

Orang tua gadis itu memang masih kolot. Seperti orang tua tradisional pada umumnya, mereka menginginkan Melati, anak gadisnya itu, menikah dengan seorang pegawai mapan. Selama ini mereka melihat pekerjaanku sebagai seorang seniman lukis tidak akan menjanjikan masa depan yang cerah bagi anak mereka. Karena alasan itu mereka kemudian menjodohkan Melati dengan Bruno, seorang pegawai yang bekerja di instasi pemerintahan daerah. Orang tua kedua belah pihak pun telah saling sepakat untuk melangsungkan pernikahan anak mereka secepatnya.

“Bagaimana, Kang?” tanya Melati pada malam perpisahan itu.

“Terserahlah. Kalau memang itu sudah menjadi keputusanmu dan keluargamu, aku akan mundur. Aku tahu diri, kok,” jawabku dengan bibir yang begitu pahit.

“Tapi.....”

“Sudahlah jangan cengeng. Jika kita memang masih berjodoh, aku akan setia menunggumu jandamu,” lanjutku dengan mata sembab menahan air mata. Sebagai lelaki, aku pantang untuk menumpahkan air mata di depan perempuan yang kusayangi. Ia sendiri merasakan malam itu adalah malam yang paling menyesakkan dalam hidupnya.

Menunggu jandamu? Bukankah kata-kata itu berarti mendoakan mereka supaya cerai? Seriuskah aku mengatakan hal itu? Bagaimana kalau benar-benar terjadi, apakah aku siap menerima Melati kembali? Kata-kata itu terus mengiang di telingaku sejak pertemuan terakhir malam itu.

Pernikahan Melati dengan Bruno yang berlangsung dua bulan setelah lelaki itu melamarnya, membuat hatiku terasa gerah untuk berlama-lama tinggal di desa. Aku merasa sudah tidak punya harga diri lagi sebagai lelaki di kampung ini. Kemana-mana mulut-mulut tetangga seolah sedang menggunjingkanku. Seorang sarjana seni rupa yang harus menelan kekalahan pahit soal perempuan dari seorang lulusan SMU yang beruntung bisa menjadi pegawai pemerintahan. Karena itu, aku memutuskan untuk pergi merantau ke Jakarta mengadu nasib dengan menjual bakat seniku. Aku ingin membuktikan kepada keluarga Melati bahwa aku juga bisa punya pekerjaan yang mapan seperti suami Melati.

Di tanah rantau aku beruntung bisa bergabung dengan sebuah komunitas seni masyarakat urban yang survive hidup di Jakarta. Melalui pameran-pameran yang rutin diselenggarakan komunitas inilah aku bisa memperkenalkan dan berhasil menjual karya-karya lukisanku. Dalam sebulan aku bisa menjual dua sampai tiga lukisan. Satu lukisan yang terjual cukup untuk menutup biaya hidup di Jakarta selama sebulan. Dari sini sedikit demi sedikit aku mulai bisa mengumpulkan modal untuk berumah tangga.

Kini, setelah lima tahun merantau, aku merasa sudah saatnya aku memikirkan rencana untuk menikah. Tapi kenangan yang bercampur kekecewaan pada cinta selama ini telah membuat persepsiku terhadap perempuan banyak berubah. Entah mengapa, aku merasa lebih sreg untuk menikah dengan seorang janda daripada perawan. Bagiku, sosok janda memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki oleh perawan. Bukan hanya secara biologis, tetapi juga secara kimawi. Aku merasakan seperti ada zat-zat kimia tertentu yang dimiliki oleh setiap janda yang membuat pikiranku menjadi tenang dan bahagia saat dekat dengannya. Mungkin itulah yang dinamakan reaksi kimia dalam cinta, di mana setiap orang bisa punya pengalaman berbeda dengannya.

Tapi mendapatkan seorang janda yang bisa dijadikan istri pun ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Berbagai usaha telah kucoba, baik pendekatan langsung dengan janda-janda yang ada di sekitar kontrakanku sampai mengontak biro jodoh di surat kabar. Namun, belum satupun yang membuahkan hasil. Pernah aku mendapat tanggapan ketika mengirim surat ke biro jodoh yang memuat profil janda di surat kabar. Kontak pertama lewat surat berlangsung mulus. Tapi ketika dilakukan pertemuan lewat darat, sang janda agaknya kecewa melihat penampilanku yang jauh dari harapannya. Janda muda itu tampaknya meragukan kemampuan seorang seniman seperti aku bisa menghidupi dirinya dengan dua anak. Aku maklum. Memang, masih banyak perempuan yang memandang sebelah mata terhadap masa depan profesi pelukis yang digelutinya.

***

“Om, minta lukisannya dong!” Tiba-tiba seorang gadis kecil membangunkanku dari lamunan di halaman galeri. Sudah setengah jam tanganku memegang kuas, tapi pikiranku belum juga terfokus. Kanvas lukisan yang ada di depan masih berhias goresan-goresan abstrak. Belum menunjukkan sebagai sebuah lukisan yang utuh.

Galeri yang berada di perumahan pinggir kota ini sebenarnya cukup nyaman dan asri untuk menuangkan ide dalam melukis. Halamannya luas dan banyak pohon-pohon yang rindang. Di seberangnya terdapat sungai yang membatasi wilayah perkampungan penduduk. Jalanan di depannya bukanlah jalan besar sehingga tidak banyak mobil atau angkutan umum yang berlalu lalang menyebarkan polusi. Bagaimanapun aku dan teman-teman bersyukur masih bisa mendapatkan tempat seperti ini di tengah hiruk pikuk kesibukan Jakarta. Namun, ide memang tak selamanya bisa dipaksakan untuk muncul. Kali ini aku merasa otak sedang buntu, tidak mampu menemukan ide yang pas dengan suasana hati.

“Kamu mau dilukis?” tanyaku memandang ke arah gadis kecil yang lugu itu. Kulitnya yang legam karena sengatan matahari dan pakaiannya yang tampak kumal. Pasti anak ini berasal dari perkampungan kumuh di seberang kali itu.

Gadis kecil itu mengangguk gembira.

Segera kubenahi kanvas lukisanku yang sedari tadi melompong. Melihat kepolosan anak kecil itu, inspirasiku langsung tersemburat. Objek lukisan yang sedari tadi masih mengambang kini telah menemukan bidikannya. Dari sorot matanya, aku dapat menangkap bahwa gadis ini penuh cerita luka dalam hidupnya. Sebuah objek kehidupan yang menarik untuk digali lewat kanvas cat minyaknya.

“Orang tuamu tinggal di mana?” tanyaku sambil melukis.

“Emak tinggal di seberang kali itu, tapi ayah tidak tahu,” jawabnya polos.

“Lho kok??”

“Iya Om... Soalnya waktu Ani masih TK, Emak membawa Ani pergi meninggalkan Ayah. Ayah dan Emak sering berantem gara-gara Ayah mau kawin lagi. Sekarang Ani sudah kelas dua SD, jadi udah nggak ingat lagi rumah ayah.”

Keluguan anak itu telah membuat hatiku trenyuh. Aku teringat masa-masa kecil dulu. Banyak teman-temanku yang kini hidupnya berantakan hanya karena orang tuanya bercerai. Kasihan para janda yang ditinggal suaminya itu. Hidupnya pasti penuh perjuangan.

Aku melihat gadis kecil itu seperti anak yang sudah kehilangan raut keceriaannya. Tampangnya seperti seorang yang letih dan tertekan. Mungkin waktu bermainnya habis buat membantu ibunya mencari uang. Bukankah anak-anak di perkampungan itu sebagian besar hidup menjadi anak jalanan untuk menyambung hidup?

Hampir dua jam, lukisan itu pun selesai.

“Kok, malah mirip foto Emak waktu kecil, ya, Om?” kata gadis kecil beringsut heran saat melihat hasil lukisannya.

Mirip emaknya? Aku mengamati kembali hasil goresan kuasku itu. Astaga. Ternyata benar, karakter yang muncul berbeda dengan karakter anak yang menjadi objek lukisannya itu. Aku sendiri bingung kenapa hasilnya seperti itu. Mungkinkah cerita pilu gadis kecil itu telah mempengaruhi bawah sadarku saat melukis? Aku melihat goresan-goresan kuasnya tidak lagi naturalis tapi berubah menjadi ekspresionis, penuh tekanan-tekanan emosi.

“Tapi nggak apa-apa, Om. Biar nanti kukasihkan Emak saja. Pasti Emak senang melihatnya,” kata gadis kecil itu sambil menimang-nimang lukisan yang aku berikan.

“Ani.....Ani....” tiba-tiba dari kejauhan tampak seorang perempuan muda memanggil-manggil nama gadis kecil itu.

“Saya di sini, Mak!” teriak gadis kecil itu melambaikan tangannya.

Perempuan itu segera berlari menghampiri anaknya.

“Anak nakal, sudah dibilang jangan pergi jauh-jauh. Ayo pulang!” bentak perempuan itu sambil menarik tangan anaknya menjauh dari halaman galeri. Gaya perempuan itu benar-benar cuek. Ia seolah tidak peduli dengan keberadaanku yang berdiri tak jauh darinya.

Melihat sosok perempuan itu, sense of widow-ku tiba-tiba bereaksi. Dari penampilannya, perempuan itu sepertinya masih sebaya denganku. Tubuhnya sintal dan singset, seolah menyamarkan penampilannya sebagai janda beranak satu. Sayangnya sebagian besar paras wajahnya tertutup oleh rambutnya yang acak-acakan. Dan kulitnya yang putih pun terlihat kurang terawat. Tapi semua itu tidak menurunkan sex appeal perempuan itu di mataku.

Aku termangu memandangi polah perempuan yang masih berdiri mengomeli anaknya yang belum mau beranjak itu.

Perempuan itu lalu merebut lukisan yang didekap anaknya. Ekspresi wajahnya tampak terkejut saat memadang gambar lukisan yang dipegangnya. Ia sengaja menyingkapkan untaian rambut yang menutupi wajahnya supaya dapat memandangi lukisan itu lebih fokus. Aku nyengir sambil mencoba mencuri pandang ke arah wajahnya. Lalu perempuan itu perlahan-lahan memalingkan wajahnya kepadaku.

Bibirnya bergetar saat melihatku.

“Kang Aldi??”

“Melati??”

Thursday, August 10, 2006

ETIKA ORGASME SEBAGAI EKSPRESI CINTA

“Asyik, dia keluar….” Demikian salah satu potongan dialog lugu yang meluncur dari sebuah film dokumenter pasangan intim mahasiswa di Indonesia yang pernah menghebohkan itu. Ada perasaan senang dan bangga bagi si cewek ketika ia dapat membuat pasangannya mencapai klimaks pada permainan asmara mereka. Nampaknya, hal seperti ini pula yang seringkali diharapkan sebagian besar wanita dalam berhubungan seks. Kemampuan mereka untuk membuat pasangannya terpuaskan di ranjang seringkali dianggap sebagai indikasi kesuksesan mereka untuk membangun cinta sejati. Maka tak heran jika berkembang mitos bahwa semakin terpuaskan kaum Adam di tangan pasangannya, maka semakin kecil kemungkinan “sang Adam” untuk menyeleweng ke wanita idaman lain (WIL).

Sayangnya, standar seks seperti ini seringkali membuat terabaikannya kebutuhan libido pihak wanita dalam berhubungan intim. Di Amerika yang katanya paling maju saja, ternyata… masih ada sekitar 70% wanita dalam perkawinannya yang tidak dapat mencapai orgasme ketika berhubungan sex dengan pasangannya! Lho kok bisa? Tentu saja bisa, sebab banyak pria yang masih menganggap status orgasme pada wanita adalah tidak perlu. Hal ini bisa jadi karena sang pria memang tidak mau tahu kebutuhan pasangannya, atau bisa juga dari pihak wanita sendiri yang masih merasa malu kalo harus terjadi “gempa bumi lokal” ketika sedang berhubungan dengan pasangannya. Padahal, sejatinya, bukankah cinta itu ada untuk saling memberi dan menerima?

Dalam benak kebanyakan wanita Indonesia masih berkembang “dogma” bahwa hubungan seks suami-istri adalah sebuah kewajiban. Sehingga masalah orgasme sang istri bukan menjadi hal penting. Padahal, kalau hal tersebut dibiarkan terus bisa membahayakan perkawinan. Sudah banyak perkawinan modern yang berakhir karena istri tidak pernah mengalami orgasme. Hal itu semakin diperparah dengan banyaknya suami yang tidak tahu kalau istrinya tidak mencapai orgasme. Selain itu, istri sendiri kadangkala juga sering berpura-pura mengalami orgasme hanya untuk menyenangkan suami. Padahal, bila kebohongan ini dibiarkan terus berlanjut bisa menimbulkan masalah di kemudian hari!

Kalau pria lebih mudah terangsang dan mencapai orgasme daripada wanita itu wajar. Sebab, menurut penelitian medis, tekanan darah pria 8 –10 mm lebih tinggi dari wanita (kecuali pada pria vegetarian). Maka, tidak salah bila dalam psikologi Timur, gairah pria diibaratkan seperti kayu dan gairah wanita seperti air. Kayu lebih cepat menjadi panas ketika disulut api tetapi juga lebih mudah padam ketika api menghilang, sementara air membutuhkan proses lebih lama untuk menjadi panas, tetapi bila titik itu telah tercapai maka panasnya akan bertahan lebih lama untuk padam. Tidak ada waktu ideal atau ukuran pasti berapa lama seorang wanita bisa mencapai orgasme. Pada kenyataannya, wanita biasanya memang lebih lama mencapai orgasme dibanding pria. Sekitar 60 persen wanita bisa mencapai orgasme dalam 3 menit. 30 persen baru mencapai orgasme setelah 6 - 7 menit. Sisanya baru mencapai orgasme setelah 10 menit. Karena pada umumnya wanita mencapai orgasme lebih lama dari pria, maka wanita membutuhkan pemanasan yang lebih lama sebelum melakukan penetrasi.

Bagi pasangan modern, seks sudah seharusnya tidak hanya menjadi sebuah ritual kewajiban dan proses prokreasi, tapi seks harus juga bisa menjadi proses rekreasi. Untuk mewujudkan hal ini, perlu kiranya dibangun suatu etos seksual di mana suami-istri yang melakukan aktivitas seksual harus dapat menikmati hubungan tersebut secara dua arah, bukan seperti hubungan buruh dengan majikan pada umumnya. Termasuk pencapaian orgasme yang merupakan hak asasi setiap jenis kelamin manusia.

Jika kita sudah menyadari dan merasa bahwa orgasme memiliki dampak yang cukup signifikan dalam memberikan nilai perkawinan, maka perlu kiranya dibuat semacam konvensi tak tertulis (etika) antara pihak Adam dan Hawa untuk mencapai titik ideal tersebut. Dengan demikian, tak ada lagi orgasme yang ditutup-tutupi, dibuat sebagai latihan sandiwara, atau ditertawakan karena dianggap lucu. Baik pria maupun wanita bisa saling memahami kebutuhan masing-masing pasangannya. Si wanita dapat menampung gairah sang pria yang meluap-luap, dan sebaliknya, si pria dapat menuntun evolusi birahi pasangan wanitanya sampai pada puncak.

Hal mendasar yang perlu diperhatikan bagi mereka yang ingin mempraktekkan etika orgasme ini adalah pentingnya mengenali anatomi seksual masing-masing pasangannya. Dalam hal ini, sang suami (pria) sebagai pihak eksekutor sudah sewajibnya mengenali bagian-bagian sensitif dari tubuh istrinya sehingga istri tidak hanya jadi pelayan seks semata tapi juga dapat menikmati seks. Dan jangan lupa, meski orgasme pada wanita bisa dicapai dengan rangsangan seksual pada bagian tubuh yang sensitif, tapi faktor psikologis sangat menentukan kualitas pencapaian yang ingin didapatkan. Hal terpenting yang harus diingat adalah bahwa hubungan seks itu bukan hanya menyangkut keluar masuk atau sekedar naik turun saja!!

Seorang pria yang menjunjung tinggi etika orgasme akan selalu memberikan support pada pasangannya supaya tidak malu-malu untuk berekspresi ketika ledakan birahinya telah mencapai puncak. Misalnya dengan mengatakan begini, “Sayang, kita kan sepakat untuk saling mengisi hati kita. Jadi jangan sembunyikan apa-apa yang menjadi bagian ekspresi cinta kita. Ayo… bebaskan saja..”

Apapun bentuk reaksi yang kemudian diekspresikan sang wanita saat orgasme (biarpun mukanya jadi pucat karena merem terus atau jerawat Anda pecah karena dipencet-pencet olehnya), hargailah! Jangan pernah ditertawakan atau dimarahi, karena pada kodratnya wanita itu butuh penghargaan (toh, kalau sakit Anda akibat ulah pasangan Anda ketika orgasme, Anda masih bisa berobat ke dokter!) Intinya, buatlah adegan kasur Anda se-having fun mungkin.

Efek dari wanita yang mencapai orgasme biasanya terlihat dari mata yang bercahaya dan penuh kegembiraan. Berbagai penelitian menunjukkan, wanita yang dalam hubungan seksualnya tidak mengalami orgasme, cenderung uring-uringan dan tidak produktif dalam bekerja. Jadi, sadarilah bahwa orgasme pada wanita punya banyak dampak positif dan begitu penting dalam perkawinan. Karena itu, para pria seharusnya tidak lagi menyepelekan orgasme pasangan intim mereka.

Bagi wanita, ada satu hal yang perlu dipahami, bahwa orgasme pria itu tidak selalu identik dengan ejakulasi. Sebab, dari hasil penelitian modern ternyata ditemukan adanya titik beda antara ejakulasi dan orgasme pada pria (meskipun pada umumnya keduanya terjadi bersamaan). Secara filosofis, dapat dikatakan bahwa ejakulasi adalah proses prokreasi manusia dan makhluk hidup, sedangkan orgasme adalah proses rekreasinya. Kasus seperti edi tansil (ejakulasi dini tanpa hasil) membuktikan bahwa ejakulasipun bisa tidak sinkron dengan orgasme pada diri seorang pria.

Boleh percaya atau tidak, beberapa referensi orang-orang bijak dari Timur menyebutkan bahwa pria yang sanggup orgasme berulang-ulang tanpa harus ejakulasi memiliki kehidupan yang jauh lebih baik dibanding pria yang selalu mengumbar orgasmenya melalui ejakulasi. Dalam alkemi kuno Cina dan India, misalnya, disebutkan bahwa penahanan ejakulasi pada pria sewaktu orgasme adalah salah satu bentuk pengolahan energi spiritual secara alami yang dapat membantu seseorang untuk hidup lebih lama, awet muda, penuh vitalitas, serta membantu evolusi spiritual pada dirinya. Ini berarti pihak wanita tidak perlu kecewa atau berpikir negatif bila suatu ketika ia mendapatkan pria pasangannya tidak jua keluar saat transaksi cinta berlangsung. Bisa jadi, mungkin sang pria tersebut sedang mencoba mengamalkan ajaran spiritual Timur dalam bentuk orgasme tanpa ejakulasi, yang kini juga mulai dilirik oleh kalangan medis Barat. Dan bila ternyata benar demikian, maka hargai saja apa yang menjadi style of sex-nya itu, selama tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau dikorbankan.

Kesimpulannya, etika orgasme adalah suatu hal yang penting dalam perkawinan karena ia merupakan salah satu ciri seksualitas manusia yang beradab. Etika orgasme hanya dapat dirumuskan melalui komunikasi yang muncul dari kesadaran setiap pasangan yang mendambakan hubungan seks yang berkualitas.

Semoga bermanfaat!